THE CRYING STONE

Wahai Pria, maukah kau mendengarkan ceritaku? Cerita yang tidak masuk akal, mungkin. Tapi kau mau kan mendengarkanku? Dia tersenyum mendengarkan permintaan anehku.

Taukah kau, Pria? Bahwa ada batu yang bisa menangis? Iya. Batu menangis. Aku juga tak tau tadinya, ada batu yang bisa menangis. Tapi tadi malam aku membaca buku itu, dan dari sanalah aku tau cerita ini. Jangan tertawa dulu. Dengarkan saja aku.

Sudah sejak lama ia termangu di sebuah pulau terpencil. Yang hanya ditinggali oleh seorang Permaisuri dan putrinya. Seorang Permaisuri cantik yang membuat bintang dan bulan tersenyum dibalik awan. Ia menjadi saksi bisu keceriaan dan kesedihan mereka. Seorang Permaisuri dan putri yang terbuang dari negaranya sendiri, dan terpisah dari cinta. Cinta yang menggelora dan penuh dengan getar rindu yang meraung.

Hingga batu pun menangis…

Kadang kala ia hanya mampu melihat Permaisuri duduk termenung di tepi tebing itu. Sambil memandang debur ombak dikejauhan. Matanya penuh dengan binar rindu dan harapan. Kadang dipejamkan matanya dan seperti sedang memohon sesuatu. Lalu, dia berbisik hanya pada angin yang bertiup kencang dari bawah tebing, membumbung ke angkasa.

Tersampaikankah permohonannya?

PRIA! Mengapa kau memejamkan matamu? Ceritaku membosankan kah? Kembali dia tersenyum. Tidak, sayang. Aku hanya mencoba meresapi ceritamu. Bah! Aku tau jika dia bosan mendengarkan ceritaku. Tapi, tak mengapa. Toh, dia masih tetap disini, mendengarkan celotehku! Selalu.

Permaisuri itu sudah menunggu hampir seribu tahun atau sepuluh ribu tahun, katanya. Wah, aku tak menyangka ada yang bisa hidup selama itu. Tapi, ternyata itu hanya bahasa kiasan yang dipakainya. Dia sedang menunggu Raja, menjemputnya. Entah kapan, tapi dia percaya, bahwa Raja akan menjemputnya.

Hingga pada suatu malam, saat bintang tak berkelip. Namun, bulan menampakkan diri dengan gagahnya. Seperti ingin menyampaikan suatu pesan. Angin menderu dengan tegas, namun terasa lembut menghembus.

RAJA TELAH DATANG!

Sang Putri kebingungan, melihat Permaisuri menundukkan wajah dengan hormat. Sosok dihadapannya sungguh tampan dan besar. Tapi mengapa wajahnya sedih? Mengapa Permaisuri meneteskan airmata?

“Permaisuri…ku..”

Akhirnya bisa kusebutkan dengan bibirku, dan kurasakan kembali harum wewangian cinta darinya. Raja memeluknya erat.

“Permaisuriku…”

Lalu, Raja melihat Tuan Putri. Memeluknya erat…

“Putri..ku”

Akhirnya…

Setelah seribu tahun dan sepuluh ribu tahun menanti. Hari ini datang juga, disaksikan oleh bulan yang tersenyum gagah, dan gemintang yang tibatiba bersorak ramai, memenuhi angkasa raya.

Batu pun kembali menangis. Kali ini penuh kebahagiaan, mendengarkan cerita yang dibawa oleh angin bertiup dari pesisir pantai ke tempatnya.

...Selesai...

Aku selalu senang cerita dengan akhir penuh kebahagiaan.

Pria sudah terlelap disampingku, napasnya sudah begitu teratur. Ahh…belaian sayang pada rambut halusnya, dan kecupan ringan pada bibirnya. Membuatku ingin masuk dalam pelukan hangatnya. Selimut yang tak teratur akan menutupi kami, lagi. Menikmati malam hangat dan dingin. Kudekati kehangatan itu, dan otomatis tangannya memelukku masuk kedalam dunia mimpinya.

Selamat bermimpi, semuanya…

=====

Have a wonderful weekend, darlings!

Share:

5 comments

  1. ceritamu menarik mbak

    BalasHapus
  2. waduh masukin komen ga masuk... ah ya sudahlah... intinya adalah pecinta kisah yang berakhir bahagia juga dan berharap kisah sendiri ga kalah bahagianya :D

    BalasHapus
  3. Moso ndak masuk seh? Tuh dah nongol sekarang? :) Thanks yah, Nat! Seringsering mampir...

    BalasHapus
  4. Mo menyaingi program LEGENDA di TransTV ya dek? Mengadposi true story neh? Pasti kayaknya :p

    BalasHapus