THE COMFORT ZONE

Entah mengapa saya ingin sekali menuliskan tentang zona nyaman. Mungkin, karena belakangan ini saya mulai memerhatikan beberapa teman yang tibatiba berubah sikap. Entah karena mood atau pun karena suasana kantor atau hal yang lain. Saya tidak tahu. Yang jelas adalah pada saat ‘rasa’ itu ditanyakan pada orang yang bersangkutan, jawaban klise selalu terlontar.

‘Akh! Cuma perasaan situ ajah kali?’

‘Masa sih? Gue gak merasa tuh!’

‘Ha? Apanya berubah? Biasa ajah akh!’

‘Gak koq. Gue gpp. Cuma lagi cape aja kali yah?’

Saya hanya tersenyum mendengar jawaban mereka. MUNGKIN juga saya yang lagi sensitif. Dengan kerjaan dan juga menstuasi yang sedang berlangsung. Tapi, perubahaan mood ini tidak terjadi pada saat sedang mengalami mens, melainkan gejalanya selalu timbul sebelum terjadi. Seharusnya.

Seorang teman pernah memberikan analogi tentang pria yang sedang seruserunya mendekati perempuan yang dia suka. Segala hal pasti akan dilakukan agar dapat memberikan nilai tambah dihadapan ‘incarannya’. APAPUN itu, ada yang namanya pengorbanan yang dilakukan.

Misalnya, cerita teman saya, pada bulan pertama, ‘Mau minum apa, sayang?’ pria PASTI dengan sopan dan santun menawarkan dan memberikan apa yang si perempuan mau. Hingga membuatnya tersipu. Bulan kedua, ‘Mau minum apa? Pesan sendiri yah, sayang’ dari sini sudah terlihat ada perubahan. Bulan berikutnya, ‘Ambil sendiri deh minumnya, jangan lupa pesanin aku juga yah?’

Hahah…mungkin tidak seperti itu urutannya, tapi salah satu contoh yang pernah saya dengar adalah seperti itu. Semakin nyaman seseorang maka dia akan semakin menunjukkan siapa dia sebenarnya, tanpa lagi memakai topeng sopan santun. Toh, apa yang dia inginkan sudah didapatkan.

Apakah seperti itu?

Buktinya sudah ada. Beberapa orang yang saya pantau, memang seperti itu adanya.

Hanya saja, KADANG saya suka merasa tidak nyaman dengan perubahan yang terjadi. Bagi saya, apapun itu namanya dalam pertemanan apalagi dalam hubungan yang dilandasi rasa sayang atau cinta. Hal seperti itu bukankah seharusnya malah BERTAMBAH? Semakin hari semakin menikmati hubungan itu, semakin hari semakin ingin membuat kejutan baru. Semakin hari semakin ingin menikmati waktu bersama, bercerita dan bercengkrama dengan riang. Melakukan segala hal bersama, jika memang memungkinkan.

Atau memang saya yang KELEWATAN romantis? Saya tidak tau itu. Tapi, bagaimana pun situasinya. Setiap saya merasakan perubahan dalam hubungan saya dengan partner, saya akan selalu introspeksi diri, apakah saya melakukan kesalahan? Jika ya maka, saya akan memberikan dia ruang agar bisa bersikap biasa kembali. Ada tipe orang yang tidak bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan kecuali dengan katakata LAGI MALAS atau TERSERAH. Dua kata yang paling saya tidak suka dengar. Entah mengapa. Dan partner saya adalah salah satunya. Saya hanya mampu merengutkan wajah jika katakata itu terlontar. Saya menerima itu sebagai salah satu karakter dalam dirinya, yang memang sudah seperti itu.

Ketidaksukaan saya dengan sifat dia yang satu ini, dapat dia tutupi dengan sikap baikhatinya yang bisa melelehkan saya, saat itu juga. *muaach!*

Jadi sepertinya saya harus bisa mengambil kesimpulan dari hasil ‘pengamatan’ saya terhadap mereka yang memang berubah, tapi tak merasa berubah. Jika memang sudah terlalu nyaman dekat dengan seseorang maka terasa sekali perubahan itu. Mau diakui atau tidak.

Saya harus belajar untuk bisa menerima itu, sepertinya :)

Jangan mengambil kesimpulan sepihak,

Jangan berpikir negatif,

Dan yang paling penting adalah jangan merubah sikap Anda dengan perubahan yang terjadi pada orang lain itu, melainkan dekatkanlah. Jangan tanyakan mengapa dia berubah, tapi rubahlah diri Anda terlebih dahulu. Introspeksi, jika memang ada hal yang ternyata tidak Anda sadari sudah menyakitkannya. Minta maaf, dan bertemanlah kembali atau berpacaranlah kembali.

Karena semua hal yang mengganjal itu tidak enak kalau tidak dikeluarkan. Gantung saja rasanya.

Benarkan? :)

Enjoy the rest of you nite, friends!

Share:

2 comments

  1. ya mungkin harus speak out...bicara bahwa situasi ini bisa menjadi bumerang, seperti taken for granted.

    BalasHapus
  2. bener!!! kalo ada yang ngeganjel mendingan diomongin.. mending kalo cuma berhenti di ngegantung... nantinya kalo yang ngeganjel makin dan makin banyak akhirnya pada satu saat jadi meledak... ah..

    but i know thou... it is so damn hard to leave the comfort zone!

    BalasHapus