MY BESTFRIEND'S WEDDING
Mungkin saya adalah termasuk salah satu orang yang terkadang cuek dengan lingkungan, tapi kadang juga lebih peduli dengan lingkungan, saya juga tidak tau.
Tapi kalau suruh memilih saya lebih cenderung memilih yang cuek. Kenapa?
Beberapa waktu yang lalu, salah satu sahabat perempuan saya, AKHIRNYA menikah. Dari kami berempat, satu dekade lalu juga pernah terlontar bahwa memang pada akhirnya dia duluan yang akan menikah. Entah kenapa. Itu sudah menjadi ramalan kami yang akhirnya terbukti pada hari ini.
Kami memanggilnya si bontot, karena kemanjaan luarbiasa serta ‘keliaran’ yang juga luarbiasa. Terkadang saya iri melihat kebebasan yang dimilikinya. Bisa dibilang setelah dia memutuskan untuk menikah, tidak ada penyesalan dalam hidup sebelum memasuki dunia barunya. Mulai dari pekerjaan hingga semua hal yang patut di coba dalam hidup sebagian yang dia inginkan, mungkin sudah dia jalani. Termasuk keputusan untuk menikah dalam waktu 4 bulan sejak memutuskan lelaki yang tinggal bersamanya selama hampir 2 tahun pun, seperti kejadian biasa saja baginya.
Terus terang keputusan itu pun tidak ada diantara kami berdua – saya dan Suci – yang diberitahu olehnya. Hanya mendengar cerita langsung dari si mantan yang ditinggalkan itu. Saya kembali berpikir, jika itu terjadi pada hidup saya, bisakah saya melakukannya?
Mungkin pada titik itu, rasa cuek itu harus benarbenar tebal seperti kulit buaya disekujur tubuh. Gonjang ganjing dunia persabahatan itu benarbenar luarbiasa soalnya, mulai dari yang tidak suka dengan sikapnya memutuskan si mantan yang tadinya akan dinikahi, ternyata malah jadi sama orang lain. Saya saat itu hanya bisa bilang itu keputusan yang dia ambil, jadi apapun itu adalah pilihannya.
Masih teringat pada hari itu, undangan untuk upacara siraman masuk lewat pesan pendek di telpon genggam. Saya hanya mampu menarik napas, dan berjanji akan datang melihatnya. Walaupun karena hujan saya tidak melihat upacara siraman, tapi melihat upacara suapan dari orang tua juga kakakkakaknya.
‘Akhirnya gue nikah, mau punya suami loh!’
Saya berdua Beb, melihatnya dengan tampang geli. Karena suara dan tawa yang dilontarkan olehnya setelah mengucapkan kalimat itu.
‘Iya deh! Selamet yeeee...akhirnya...!’
“Tinggal giliran kalian neh!’
Kami berdua saling berpandangan dan tertawa. Lalu mulai mencelanya dengan segala banyolan konyol.
‘ihhh...koq kalian jahat banged deh!’
‘Eh klo mau jahat juga loe! Yang ada loe tuh sekarang ninggalin kita di medan peperangan. Ibarat orang lagi perang, tapi loe tibatiba mundur sendiri, membiarkan kami yang maju terus.’ Ujar Beb dengan uraturat yang keluar dari lehernya.
Kami tertawa lagi.
Hari itu di kamar atas sebuah loteng dibilangan Tebet, pembicaraan tentang lelaki, hidup hingga perjodohan pun terjadi.
3 comments
hehehhehe cuek tapi bukan ga friendly kan?
BalasHapusbtw selamat buat temennye yah
jadi kapannnnnnnnn
BalasHapus@alma,
BalasHapusthanks,
klo dia baca dia akan say thanks :)
@Mas Iman,
harus ya? :p