PEREMPUAN SENJA

We meet ev'ry day at the same cafe
Six-thirty I know she'll be there
Holding hands, making all kinds of plans
While the jukebox plays our favorite song...*

Lagu itu sepertinya pas dengan suasana hati saat ini. Seperti biasa aku hanya mampu memandangnya dari tempatku berdiri, sambil menghisap rokok jatah hari ini. Memang pas rasanya, melihat seorang perempuan dari kejauhan sedang tertawa, entah dengan siapa. Aku pun tak mengenal siapa dirinya, apalagi siapa yang sedang diajaknya bicara. Aku hanya mengagumi sosoknya, dari kejauhan.

Setiap senja di posisi tempat duduk yang sama di boulevard itu, aku pasti bisa menemukannya. Aku tidak pernah punya niatan untuk mengetahui tentang siapa dia, menjadi seorang pengagum rahasia untuk sosok yang juga misterius sepertinya mempunyai sensasi tersendiri. Mungkin aku harus mulai memberi julukan pada sosoknya.

Sekarang, dikejauhan batas cakrawala aku mulai melihat lembayung senja bergayut. Indah. Aku bersyukur masih bisa menikmati senja yang terkadang memang terlihat begitu indah, atau hanya bergantung pada imaji dan suasana hatiku? Aku tak tau itu. Yang kutau pasti, bahwa aku selalu bisa menikmati senja kapanpun, terutama senja di boulevard. Sekarang aku sudah mendapatkan julukan bagi perempuan itu, namanya perempuan senja.

Ahh...begitu senang hatiku. Mendapatkan nama itu saja membuat hatiku berdesir. Kembali kutengok bangku itu. Dia sudah hampir selesai, terlihat berjalan kembali.

Dalam hati kuberkata, 'Sampai jumpa esok, perempuan senja'

Lamatlamat terdengar suara adzan berkumandang dikejauhan, ternyata memang senja sudah hampir digantikan oleh malam. Kembali kulihat agenda malam ini, ternyata memang harus rapat. Tapi, kali ini aku tidak akan mengeluh, karena aku sudah 'bertemu' dengannya.

Sepertinya malam ini akan lebih cepat berlalu.

***

Sudah cukup lama aku merasa, ada seseorang yang suka memperhatikanku. Tapi, entah dimana. Setiap kali aku duduk disini, perasaan itu selalu muncul. Tidak. Tidak menakutkan. Hanya saja seperti angin berdesir dan membisikkan sesuatu yang tak dapat kutangkap dengan telingaku. Namun, hatiku selalu berdenyut aneh. Selalu, saat senja mulai menampakkan semburat indahnya.

Kadang aku menatap gedung tinggi berkaca dihadapanku. Jauh tinggi menjulang keatas, dan kemilau senja selalu memberi pantulan cahaya. Silau. Tentu saja mata telanjangku ini tak mampu menembus kacakaca tebal gedung itu. Tapi, tetap saja leherku otomatis selalu melihat keatas sana. Sepertinya ada sesuatu dibalik kilau cahaya senja yang terpantul. Akh, sudahlah!

'Kenapa, Bu?'

Tibatiba ada suara mengusik lamunanku.

'Oh hei!' Aku tersenyum

'Gak. Gak apa koq. Hanya saja sore ini matahari masih terang sekali. Darimana kau?'

'Iseng beli rokok tadi, trus kulihat kau disini seperti sedang bingung sambil melihat gedung itu' Katanya lagi.

Kembali aku tersenyum, memandangi temanku itu.

'Tapi, gak terlihat seperti orang gila kan?' Timpalku, sambil tertawa.

Dia juga ikut tertawa. Untuk terakhir kalinya, aku kembali menoleh ke arah gedung itu, dan berlalu. Sudah waktunya pulang ke peraduan malam.

Hari ini, kembali aku duduk di boulevard sambil membaca sebuah surat yang dulu pernah ku tuliskan untuk seseorang dari masa lalu. Entah mengapa aku merasa pas sekali untuk membacanya pada senja hari ini.

Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi, entah apapun itu, semoga menjadi kejutan yang menyenangkan.

Sayang,
Sepertinya sudah lama sekali tak kutorehkan tinta biru pada lembar putih nan harum yang selalu menjadi perantara hati kita bicara. Kali ini kubuka kembali lembaran itu dan kupertaruhkan hatiku didalamnya.

Tahukah kau? Hujan datang kali ini membasahi kampung tak bertuan, aku selalu merindukan datangnya hujan…
Lirih suara deraiannya selalu bisa membuatku terbuai dalam awangawang.
Apa yang sedang kau lakukan saat ini? Apakah kau merinduku?

Tidak ada lagi yang dapat mengungkapkan segala rasa tercipta, saat hujan datang…Aku pernah mengatakannya padamu, hujan dapat menggantikan hati yang gundah, seperti derainya membasuh bumi yang kering.

Senja masih tetap akan hadir walau terbasuh badai dari langit, jangan kau benci hujan hanya karena tidak dapat bertemu senja hari ini, karena kau sendiri pernah mengatakan jika senja selalu dapat kau nikmati, kapan pun.

…Dan terpesona karenanya…

Penuh rasa tak terkatakan,
Senja

Ku lipat surat itu, pada saat semburat senja tertutup oleh bayangan, ku angkat kepala dan sosok itu berdiri disana…

‘Boleh saya duduk disini?’

Aku terpana...

***
=========

Jika ada yang mau membantu meneruskan, monggo...:)
Saya akan mencoba meramunya kembali, pada saat imajinasi kembali datang.

Share:

1 comments

  1. apa kabar senja?
    nampaknya aku harus menulis juga tentang senja. aku akan meneruskannya dalam imaji dan bayang-bayang perempuan senja.

    hehehehe... Mantab mbak!! lanjut yah.. ditunggu imajinasi selanjutnya.

    makasih yah..

    BalasHapus