LAMUNAN SENJA


Sudah lama aku termenung di sisi jalan. Di kejauhan terdengar suara terompet kapal di pelabuhan dan decit burung-burung manyar. Kembali aku menarik napas panjang, sambil melayangkan pikiran.

‘Aku harus berhenti disini’

Ucapmu dengan datar dan tatapan penuh kebohongan. Lupakah kau bahwa mata adalah jendela jiwamu? Kau sendiri yang dulu mengatakan itu padaku, sekarang kau melakukan tatapan itu dihadapanku?

‘Kenapa?’

Tanyaku dengan santai

‘Karena aku sudah tidak mampu merasakan lagi yang harus kurasakan’

‘Apakah itu?’

‘Kau tahulah!’

Ujarnya dengan nada sedikit kesal

‘Bagaimana bisa ku tahu? Jika kau sendiri tidak mau mengatakannya padaku? Aku tak bisa membaca pikiran dan menebak bahasa tubuhmu’

Dia mulai menarik napas panjang, dan memegang dahinya. Dia selalu seperti itu, pada saat tidak bisa mengungkapkan kekesalan atau kesedihan yang dirasakannya.

Aku tahu itu.

Tapi aku tak mau dia berhenti tanpa alasan apapun yang bisa masuk akal dan hatiku, biarkan dia berkutat dengan segala apa yang dia rasakan saat ini, agar aku bisa merasakan kelegaan dengan alasan yang akan dia ungkapkan, nanti.

Aku masih menatapnya, dan dia semakin gelisah karena tidak dapat menemukan kata dan kalimat yang dapat dilontarkan oleh mulut yang semakin menghitam karena terlalu banyak menghisap nikotin. Walau banyak orang bilang ciuman dapat membantu menghilangkannya. Aku tidak yakin orang seperti dia akan percaya hal seperti itu.

Kembali aku tersenyum sendiri mengingatnya. Saat kami masih sering bercanda dan bicara hingga ayam berkokok, menandakan saatnya kami harus berpulang ke peraduan masing-masing.

Angin sepoi-sepoi bertiup, membuatku menyipitkan mata, takut debudebu nakal yang mulai mengusik dan masuk mata. Kaki ini mulai terasa pegal karena berdiri dari tadi, lalu kucoba untuk naik keatas pembatas jalan yang terbuat dari beton ini, dan duduk diatasnya.

Sepertinya angin semakin suka ditemani saat aku naik diatas beton ini, senja mulai terasa dingin. Tapi, karena matahari masih memberikan sisa kehangatannya, maka aku tidak peduli dengan angin dingin yang bertiup.

Kembali kupejamkan mata menikmati suasana menjelang sore itu, ditepi jalan.

‘Lalu?’

Tidak ada jawaban

‘Ya udah, klo misalnya gak bisa ngasih alasan dari ucapanmu tadi itu, pelanpelan aja kasih tau, atau kasih petunjuk, biar kita maen tanya-jawab ajah, gimana?’

Aku berkata sambil bercanda dihadapannya. Dia pasti kesal, karena dia berpikir aku tidak serius. Karena sudah cukup sering menghadapi dia yang seperti ini, maka aku santai saja.

‘Hmm…ya udah. Dari awal sudah kukatakan bukan? Bahwa aku tidak bisa menjadi sosok yang kau inginkan? Tapi kau bilang manusia bisa belajar dan sekarang aku merasa kalau aku teruskan maka aku tidak akan menjadi diriku sendiri’

‘Oh gitu?’

‘Yah! And you know damn right, what’s wrong with me! Why can you just say so?’

‘Hmm…bukannya aku gak mo bilang, tapi aku mau kamu punya niat untuk berubah dari diri kamu sendiri, bukan karna keharusan dan memenuhi keinginanku. Aku gak pernah minta kamu menjadi knight in shining armor, yang harus memperlakukanku seperti layaknya tuan-tuan puteri kerajaan koq. Tidak seperti itu. And you know damn right what I want from you. didn’t I told you many times already?’

Kubalas gelisahnya dengan ocehan panjang.
Kembali dia menghela napas.

‘Iya juga sih’

Menyetujui ocehanku

‘Sekarang maunya gimana? Mau beneran berhenti?’ Udahan?’

Matanya nanar menatapku, tatapan terlama yang pernah dilakukannya. Penuh sayang, penuh cinta dan seandainya mata itu adalah kilasan film, dapat kulihat apa yang sedang ada dalam pikirannya dan terlukis di matanya.

Aku tersenyum melihatnya, memang pedih pada saat berdiri di ujung pilihan yang mengundang kesedihan dan perpisahan. Aku hanya mampu menunggu.

Tibatiba dia berdiri dan menarik tanganku, badanku tak mampu menahan tarikan tersebut dan terjerembab dalam pelukannya.

‘Berpikir untuk berhenti sebentar saja rasanya seperti tadi. Hatiku serasa di himpit oleh tembok-tembok tak terlihat, sesak sekali. Mari kita teruskan! Apapun yang ada dihadapan kita kali ini akan diterobos dengan segala keyakinan dan kompromi. Aku menyayangimu’

Seandainya kalimat tadi bisa terekam dan bisa diputar ulang untuknya.

Aku kembali tersenyum mengingatnya, lalu…

‘DOR!’

Sebuah suara keras dengan tangan yang keras mendorongku, membuatku hampir terjatuh dan dimakan batu karang dibawah pinggir jalan itu.

‘Argghh…..!’

Aku menggerung ketika melihatnya. Lalu, dia terbahak melihat pucatnya wajahku.
Membantuku turun dari tepi jalan. Kemudian berlari tunggang langgang karena sudah kusiapkan kerikil yang kupungut tadi agar dapat kulemparkan padanya. Upah karena sudah membangunkanku dari lamunan di senja yang indah.


=========
Terimakasih, Cinta atas pilihanmu,
Terimakasih atas cintamu,
Aku bahagia tak terkira berada disisimu…

Share:

2 comments

  1. bahanya udah enak. tinggal sedikit editan untuk mempermanis. ceritanya juga oke. mantab lah. kurang panjang keliatannya kalau untuk ditulis di koran. huehehehe...

    bikin buku kumpulan cerpen blogger yuk?

    d14na, juga banyak tuk cerpennya. malah mau jadi novel keliatnnya. huehehehe...

    BalasHapus
  2. Lamunan yang akhirnya mempercepat frekuensi jantung dari biasanya.
    cerita yang indah, salam PENIKMAT SENJA...

    BalasHapus